PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SORONG

SELAMAT DATANG DI BLOG PELABUHAN PERIKANAN PANTAI SORONG
Alamat:Jl.Cakalang(Jl.Jend.A.Yani),RT 001/ RW 001, Kel. Kampung Baru, Sorong - Papua Barat
Email:
kantorsyahbandar.pppsorong@gmail.com, pppsorong.pb@gmail.com
Phone:0951-324902, Faximile:0951-324884, Blog Site: kantorsyahbandar-pppsorong.blogspot.com

MISI Pelabuhan Perikanan Pantai Sorong: 1).Mendorong Peningkatan investasi swasta bidang perikanan dan pendukungnya. 2).Mendorong peningkatan fungsi dan peran pelabuhan perikanan. 3).Menciptakan iklim yang kondusif bagi investasi usaha di lingkungan pelabuhan perikanan. 4).Mendorong peningkatan pengawasan Sumber Daya Ikan (SDI).

Sunday 3 March 2013

Melihat Tuhan Lewat Kebajikan



Melihat Tuhan Lewat Kebajikan
       Martin Avdeich seorang tukang sepatu, dia tinggal di satu apartemen bawah tanah dengan satu jendela kecil. Dari jendela itulah ia bisa melihat orang yang lalu lalang dari kakinya. Martin yang karena pekerjaanya sebagai tukang sepatu, tidaklah sulit buat dia mengenali orang yang lalu lalang itu dari sepatu yang dipakainya. Martrin adalah pekerja keras, dia tidak pernah menipu pelanggannya, dia selalu menggunakan bahan terpilih untuk membuat sepatu, dia juga selalu tepat janji, pendek kata Martin selain pekerja keras juga pekerja yang baik
        Martin pernah mengalami kekecewaan dengan Tuhan saat isteri dan anak-anaknya meninggal, di tengah kekecewaannya dia pernah meminta supaya Tuhan juga membiarkannya mati, karena dia sudah tidak melihat arti hidupnya ini. Di saat keadaan yang paling susah itulah dia bertemu orang yang mengingatkannya kalau Tuhan sudah membiarkannya hidup, dan mengingatkan Martin bahwa hidupnya harus diberikan kepada Tuhan. Di tengah ketidak mengertiannya dan usahanya bagaimana caranya memberikan hidup untuk Tuhan, tiba-tiba dia bermimpi, mendengar suara Tuhan,” Martin…Martin, berjaga-jagalah Aku akan datang ke tempatmu esok.”
       Besoknya Martin menanti-nanti. Kadang-kadang ia berpikir suara itu hanya mimpi, kadang-kadang ia meyakini ia benar-benar mendengar suara itu. Martin duduk di samping jendelanya sambil bekerja. Tiap kali dia menatap ke jalan menunggu Tuhan datang. Akhirnya dari jendelanya Martin melihat orang berpakaian usang, dengan sepatu penuh jahitan dan sebuah sekop di tangan. Dari sepatunya Martin tahu bahwa orang tua itu Stephanich, orang miskin yang menumpang  di rumah orang lain dan melakukan pekerjaan-pekerjaan kecil seperti membersihkan salju. Ia mulai membersihkan salju di depan rumah Martin.
        Martin mengamati Stephanich sampai Stephanich meletakkan sekop, dam kelihatan menggigil mencari tempat istirahat dan berlindung dari hawa dingin. Orang tua itu kelihatan sangat rapuh. Martin mengundangnya masuk. Stephanich begitu gemetar sampai hampir jatuh sewaktu masuk.
       “Masuklah ke dalam dan aku punya teh hangat,” seru Martin kepada Stephanich. Stepanich yang ragu-ragu masuk ke rumahnya bertanya apakah Martin sedang menunggu seseorang?
Martin menjawab,”Saya sebenarnya malu untuk mengatakan padamu bahwa memang saya sedang menunggu Tuhan, seperti yang saya pahami melalui Kitab Suci bahwa betapa besar kasih Tuhan sampai Dia mau turun ke bumi.” Begitulah  Martin bukan hanya memberikan air minum hangat tetapi juga bagian makan siangnya yangt sangat sederhana. Stephanich pamit dengan air mata di pipi karena rasa terima kasihnya yang dalam.
        Martin menunggu lagi. Berbagai orang lewat lalu lalang. Tuhan belum juga muncul. Sampai dilihatnya seorang wanita miskin dengan bayinya. Wanita ini hanya berpakaian musim panas, wanita ini tidak punya uang untuk menebus syalnya yang digadaikan. Martin bangkit dan memanggil wanita itu untuk masuk ke rumahnya. Martin menyambut wanita dan bayinya ini. Memasak bubur untuk bayi itu dari persediaannya yang tipis dan memberikan uang kepada wanita itu supaya ia bisa menebus syal yang dia gadaikan untuk memberi makan bayinya. Ia juga memberikan satu-satunya mantel cadangannya yang sudah sangat tua dan benangnya yang sudah menipis.
       Wanita miskin tersebut mengambil pemberian Martin dengan air mata yang berlinang.
Martin, duduk lagi. Hari mulai sore. Dia makan sisa makanan yang masih tersedia, bekerja lagi. Tapi dia tetap berkali-kali memandang ke jalan. Menunggu dan menunggu datanya Tuhan.
          Tidak lama seorang wanita tua penjual apel lewat. Punggungnya menggendong kayu bakar, dan tangannya menjinjing keranjang dagangan yang hanya berisi beberapa butir apel. Kayu bakarnya sangat berat sehingga ia berhenti, membetulkan gendongannya. Ia meletakkan keranjangnya di tanah. Tiba-tiba seorang anak laki-lakiI kecil mengambil beberapa apel. Tetapi Nenek itu dengan cekatan menjambret baju anak itu.
       Nenek itu menarik baju anak kecil itu dan berteriak akan membawa anak itu ke kantor polisi. Martin akan membayar apelnya.
Akhirnya nenek melepaskan pegangannya dan anak itu langsung melepaskan diri. Martin menangkapnya dan berkata,”Mintalah maaf kepada nenek itu, dan saya tidak ingin engkau mengambil apelnya lagi.”
       Anak itu bukan hanya meminta maaf, malahan dia menawarkan diri mengangkat kayu bakar si nenek. Mereka berjalan berdampingan.
       Martin menunggu lagi. Hari mulai malam. “Tampaknya hari sudah gelap,” pikir Martin. Dia membersihkan peralatannya. Menyalakan lampu. Mengambil Kitab Suci kesayangannya. Dan dia merenung menantikan Tuhan. Tetapi sudah malam, apakah Tuhan akan datang?
       Martin merenung akan mimpinya yang mendengar suara Tuhan, kalau Dia akan datang ke runahnya… Tiba-tiba dia mengalami siatuasi yang sama dalam mimpinya, dia mendengar suara Tuhan yang berkata di telinganya,”Martin….Martin, apakah kamu tidak mengenal aku?”
       “Siapa?” tanya Martin.
       “Aku, jawab suara itu. Di tengah kegelapan malam Martin melalui kaca jendelanya samar-samar melihat Stephanich yang tersenyum.
       “Ini adalah Aku,” terdengar ada suara itu lagi, dan Martin samar-samar melihat wanita tua dan apelnya bersama dengan anak laki-laki.
       Melihat itu jiwa Martin bergembira karena dia teringat apa yang tertulis dalam Kitab Sucinya; Sebab pada waktu Aku lapar, kamu memberi Aku makan, dan pada waktu Aku haus, kamu menberi Aku minum.  Aku seorang asing, kamu menerima Aku di rumahmu. Aku tidak berpakaian, kamu memberikan Aku pakaian.  Aku sakit, kamu merawat Aku. Aku dipenjarakan, kamu mengunjungi Aku.”
       Impian Martin menjadi kenyataan, Tuhan memang sudah datang dan makan bersamanya hari itu. Martin akhirnya boleh mengerti; Ketahuilah, sewaktu kamu melakukan hal itu, sekalipun kepada salah seorang dari saudara-saudaraKu yang terhina, berarti kamu melakukannya kepadaKu.

(Hezron T, Dikutip dari tulisan Roy M. Hutasoit di Majalah RUMAH TANGGA DAN KESEHATAN No.09, Tahun 2011).

"Anda dapat memperoleh sesuatu yang Anda inginkan dalam hidup ini jika Anda cukup menolong orang lain mendapatkan apa yang mereka inginkan."

~ Zig Ziglar

No comments:

Post a Comment